ASKEP ANEMIA
Dalam askep anemia akan dibahas mengenai apa itu anemia?
bagaimana orang bisa terkena anemia/patofisiologi askep anemia itu sendiri?
Selain dua pertanyaan diatas akan dijelaskan apa tanda dan gejala dari anemia
oke langsung ke TKP aja dibawah ini
askep anemia
semoga bermanfaat
BAB I
PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah ( Hematokrit per 100 ml darah ).
Anemia dapat diklasifikasikan menurut
:
1. Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
2.
Etiologi
Klasifikasi Anemia Menurut morfologi Mikro dan Makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya.Ada tiga klasifikasi besar yaitu :
1. Anemia Normositik Normokrom adalah Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal ( MCV dan MCHC normal atau rendah .
2. Anemia Makrositik normokrom adalah Ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi konsentrasi hemoglobin normal ( MCV Meningkat,MCHC normal)
3. Anemia Mikrositik HipokromUkuran sel-sel darah merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC kurang ).
Yang termasuk dalam kategori Anemia Mikrositik Hipokrom adalah Anemia defisiensi bisa terjadi akibat kekurangan besi, pirodoksin atau tembaga.
Anemia Defisiensi Besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal yang terjadi akibat tidak adanya besi yang memadai untuk mensintesis Hemoglobin .
2. PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi zat besi
adalah anemia yang paling sering menyerang anak-anak. Bayi cukup builan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4-6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi . Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan makanan padat yang terlalu dini ( sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik. Pada Bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja putri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan.
4. TANDA DAN GEJALA
- Konjungtiva pucat ( Hemoglobin ( Hb) 6 sampai10 g/dl ).
- Telapak tangan pucat ( Hb dibawah 8 g/dl )
- Iritabilitas dan Anoreksia ( Hb 5 g/dl atau lebih rendah
- Takikardia , murmur sistolik
- Pika
- Letargi, kebutuhan tidur meningkat
- Kehilangan minat terhadap mainan atau aktifitas bermain.
5. KOMPLIKASI
- Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
- Daya konsentrasi menurun
- Hasil uji perkembangan menurun
- Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
6. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
- Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat
- Konsentrasi besi serum ------- menurun
- Saturasi transferin ------ menurun
- Konsentrasi feritin serum ---- menurun
- Hemoglobin menurun
- Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi besi
- Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) ---- menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat.
- Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
- Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
7. THERAPI
Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut mencakup ; Menganjurkan Ibu-Ibu untuk memberikan ASI, Makan makanan kaya zat besi dan minum vitamin pranatal yang mengandung besi.
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan berikut ;
- Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk zat besi sama efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat.
- Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi ( Vitamin C meningkatkan absorpsi besi ) Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
8. MASALAH KEPERAWATAN
a. Intoleransi Aktifitas yang berhubungan dengan kerusakan transpor oksigen sekunder terhadap penurunan sel darah merah
b. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
c.
Keletihan
d. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penurunan resistensi sekunder akibat hipoksia jaringan dan atau sel-sel darah putih abnormal ( neutropenia, leukopenia )
e. Risiko terhadap cedera : Kecendrungan perdarahan yang berhubungan dengan trombositopenia dan splenomegali
f. Risiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
9. MASALAH KOLABORASI
a. KP
: Perdarahan
b. KP
: Gagal Jantung
c. KP : Kelebihan zat besi ( Transfusi berulang ).
10. PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. TUJUAN
Tujuan Utama meliputi Toleransi terhadap aktifitas, pencapaian dan pemeliharaan nutrisi yang adekuat dan tidak adanya komplikasi.
B. KRITERIA HASIL
a. Warna kulit anak membaik
b. Pola tumbuih anak membaik ( seperti terlihat pada peta pertumbuhan )
c. Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya
d. Orang tua menunjukkan pemahamannya terhadap aturan pengobatan di rumah ( Misalnya : Pemberian obat, makanan kaya zat besi yang sesuai).
C. INTERVENSI
a. Pantau efek therapheutik dan efek yang tidak diinginkan dari terapi zat besi pada anak :
- Efek samping dari terapi oral ( misal : perubahan warna gigi )
- Ajarkan tentang cara-cara mencegah perubahan warna gigi:
- Minum preparat besi dengan air, sebaiknya dengan jus jeruk
- Berkumur setelah minum obat.
- Anjurkan untuk meningkatkan makanan berserat dan air untuk mengurangi efek konstipasi dari zat besi
- Untuk mengatasi konstipasi berat akibat zat besi cobalah untuk menurunkan dosis zat besi tetapi memperpanjang lama pengobatan.
b. Ajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi yang adekuat .
- Kurangi asupan susu pada anak
- Tingkatkan asupan daging dan pengganti protein yang sesuai
- Tambahkan padi-padian utuh dan sayur-sayuran hijau dalam diet.
c. Dapatkan informasi tentang riwayat diet dan perilaku makan
- Kaji faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi nutrisi,-psikososial,perilaku dan nutrisional
- Buat rencana bersama orang tua tentang pendekatan pendekatan kebiasaan makan yang dapat diterima
- Rujuk ke Ahli Gisi untuk evaluasi dan terapi intensif.
d. Anjurkan Ibu untuk menyusui bayinya karena zat besi dari ASI mudah diserap.
D. RASIONAL
- Dengan memantau efek therapheutik dapat diketahui keuntungan dan kerugian dari pemberian therapheutik tsb sehingga memudahkan i untuk tindakan lebih lanjut.
- Dengan mengajarkan pada orang tua tentang asupan nutrisi yang adekuat kebutuhan zat besi anak bisa terpenuhi sesuai dengan usianya disamping orang tua lebih memahami akan pentingnya kebutuhan zat besi bagi anak.
- Dengan memberikan informasi tentang riwayat diet dan perilaku makan dapat diketahui kebiasaan yang menguntungkan/merugikan bagi kesehatan klien.
- Dengan menganjurkan Ibu untuk menyusui bayinya defisiensi zat besi pada bayi dan anak dapat dicegah karena pada ASI mengandung zat besi yang mudah diserap oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecily L. Betz, dkk, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, EGC Jakarta.
2. Nanda NIC NOC 2006, buku intervensi diagnosa keperawatan. New York.
3. FKUI, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan infomedika, Jakarta.
4. Sylvia A.Price, dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC , Jakarta.
5. Lynda Jual Carpenito, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.