ASKEP FRAKTUR
oleh : Rio Andri W
Dalam askep fraktur ini akan dibahas mengenai apa itu fraktur?
bagaimana orang bisa mengalami fraktur/patofisiologi askep fraktur itu sendiri?
Selain dua pertanyaan diatas akan dijelaskan apa tanda dan gejala askep fraktur
oke langsung aja dibawah ini
ASKEP FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya antara lain:
a. Fraktur Collum Femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
•Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
•Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
•Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
•Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
•Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
c. Fraktur Batang Femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Fraktur batang femur dibagi menjadi :
•Tertutup
•Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. Fraktur Batang Femur (anak – anak)
e. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Selain itu fraktur femur dapat dibedakan menjadi:
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengandunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
1) Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
2) Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).
D. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. PATOFISIOLOGI
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di tulang menjadi terganggu. Otot tersebut dapat menjadi spasme dan menarik fragmen fraktur keluar dari posisi. Kumpulan otot yang besar dapat menyebabkan spasme otot yang masiv seperti pada otot femur. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di tulang yang mengalami fraktur juga terganggu. Kerusakan jaringan lunak dapat juga terjadi. Perdarahan terjadi jika terjadi gangguan pada pembuluh darah dan tulang yang mengalami fraktur. Kemudian terjadi pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan peristeum. Jaringan tulang di sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon inflamasi. Kemudian terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya plasma dan leukosit. Proses ini mengawali tahap penyembuhan tulang. tahap penyembuhan tulang terdiri dari:
1. Tahap pembentukan hematoma
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang- dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
F. MANIFESTASI KLINIS
• Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.
• Tanda – tanda umum :
Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya
1. Syok atau perdarahan
2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera
3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)
• Tanda – tanda lokal
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka.
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Tromboemboli vena: berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot (bedrest).
e.Infeksi fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Komplikasi lambat
a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan).
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
b. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
a. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
b. CCT: dilakkukan bila banyak kerusakan otot.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip Penanganan Fraktur
Empat prinsip penanganan fraktur adalah:
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b.Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5>.
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan
1.Terapi konservatif :
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
2.Terapi operatif
ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
- Excisional Arthroplasty
Tindakan ORIF meliputi:
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan ORIF:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian ORIF:
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (NANDA)
a.Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
b.Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan intregritas tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan muskuloskeletal
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI. Media Aesculapius..
Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes. 7th edition. United States: Elsevier
Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.
Fizuhri SB. Uji Banding Penggunaan Skrew Paralel pada Fraktur Colum Femur:
Sebuah Studi Biomekanika. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/
detail.jsp?id=107838&lokasi=lokal [diakses 11 Juni 2008].
Anonim. Femur. http://www.answer.com/library/sport%20science%20and%20
medicine-cid.29334 [diakses 11Juni 2008].